Senin, 21 Desember 2009

Mimpi Setinggi Langit

Ternyata susah juga yah.. bingung mau nulis apa..
mgkn pertama-tama aku kenalin diriku dulu..

Aku adalah seorang anak pedagang kaki lima yang mempunyai mimpi yang tinggi.
Dulu, ibuku selalu bilang: "Nak, jgn mimpi sampai setinggi langit." begitu katanya.
Tapi dalam hatiku pun selalu menjawab:" bukankah mimpi memang harus sampai setinggi langit?"

Kehidupanku sewaktu kecil dihadapkan oleh serba kekurangan, walaupun tentu saja aku mengakui keluarga kami cukup bahagia. Ayah setiap malam berjualan rokok di perempatan kota, sementara ibu berjualan di tempat yang sama pada pagi hari. Aku anak ketiga dari tiga bersaudara, selalu membantu mereka di kedai kecil kami. Setiap hari aku datang ke kedai untuk menggantikan ibuku sholat terutama sholat magrib. Kegiatan di kedai sangat mengasyikkan bagiku, menjual dan membayar kembalian uang pembeli sangat kusuka, apalagi saat menghitung uang dari hasil penjualan ku.. wah.. rasanya senang sekali..

Ada kejadian lucu yang masih ku ingat sewaktu umurku masih menginjak 5 tahun. Pagi itu aku terbangun dari tidur langsung berteriak ke ibuku bahwa aku ingin masuk sekolah. Ibuku tentu saja membujukku untuk tidak meminta hal tersebut karena umurku yang masih terlalu muda, selain itu ibuku tidak sanggup untuk membiayaiku bersekolah di TK namun aku terus meminta sampai menangis dan menjerit. Dan akhirnya, hari itu juga aku diantar ibu ke sekolah TK yang tak jauh dari rumah kami.

Aku sekolah di Tk Diponegoro, tak jauh dari rumah kami. Tak disangka oleh ayah ibuku ternyata aku memperoleh juara ketika pembagian raport dan hal itu terus berlanjut sampai aku duduk di bangku SMA.

Setelah 2 tahun bersekolah di Tk, aku melanjutkan sekolahku ke SD Negeri yang juga tak jauh dari rumahku. Nah, sewaktu aku SD ada juga kejadian yang lucu. Pada suatu sore, aku menangis pada ibu ingin diantar mengaji pada hari itu juga. Lagi-lagi ibu membujukku agar jangan menangis, hari itu ibu tak sempat mengantar karena banyaknya pekerjaan rumah tapi seperti biasa aku tetap menangis dan berteriak kalau aku ingin mengaji sore itu juga dan akhirnya ibu mengantarku..

Bersambung...

1 komentar: